Real Madrid kembali mendapatkan hasil yang mengecewakan setelah kalah 2–1 dari Manchester City pada laga Liga Champions di Santiago Bernabéu. Pertandingan ini awalnya memberi harapan ketika Rodrygo berhasil membuka keunggulan, namun Manchester City mampu membalikkan keadaan melalui gol Nico O’Reilly dan penalti Erling Haaland. Kekalahan tersebut semakin menekan posisi Xabi Alonso yang sejak awal musim memang berada dalam sorotan.
Hasil negatif ini menjadi lanjutan dari tren inkonsistensi Real Madrid dalam beberapa pekan terakhir. Sebelumnya, Madrid juga jatuh 0–2 dari Celta Vigo di LaLiga, yang memicu kritik lebih keras terhadap strategi dan pendekatan Alonso. Serangkaian kekalahan itu membuat banyak pihak mempertanyakan efektivitas proyek jangka panjang yang sedang ia bangun di klub.
Tekanan dan Rumor Pemecatan
Media Spanyol telah memberitakan bahwa posisi Xabi Alonso sedang berada dalam situasi genting. Kekalahan dari Manchester City disebut-sebut sebagai salah satu faktor yang dapat mempercepat keputusan manajemen untuk mempertimbangkan pergantian pelatih. Rumor mengenai rapat darurat dan pertimbangan opsi pemecatan sudah muncul sejak sebelum pertandingan digelar, terutama setelah hasil buruk di kompetisi domestik.
Meski begitu, hingga kini belum ada pernyataan resmi dari Real Madrid mengenai rencana pemecatan Alonso. Semua spekulasi masih berasal dari laporan media dan sumber internal yang tidak disebutkan secara resmi. Situasi ini membuat masa depan Alonso dipenuhi ketidakpastian dan menjadi pembahasan utama di antara pendukung dan pengamat sepak bola.
Reaksi Klub dan Pemain
Di tengah tekanan tersebut, sejumlah pemain Real Madrid memberikan dukungan kepada Alonso. Beberapa di antaranya menyampaikan bahwa tim masih berada di belakang sang pelatih dan percaya pada proyek jangka panjang yang ia bangun. Dukungan ini menunjukkan bahwa ruang ganti Madrid belum kehilangan kepercayaan, meski tekanan eksternal terus meningkat.
Beberapa analis juga menilai bahwa masalah Real Madrid tidak sepenuhnya berada di tangan Alonso. Skuad yang kurang seimbang, cedera pemain kunci, serta kesalahan individu menjadi faktor lain yang turut mempengaruhi performa tim. Namun, dalam dunia sepak bola elite, pelatih kerap menjadi pihak pertama yang disorot ketika hasil tidak sesuai harapan.
Kondisi Real Madrid Saat Ini
Secara permainan, Real Madrid sebenarnya menunjukkan peningkatan di beberapa aspek, tetapi kurang mampu menjaga konsistensi sepanjang pertandingan. Penyelesaian akhir yang buruk, kurangnya kreativitas di lini tengah, dan lemahnya organisasi pertahanan menjadi catatan yang terus muncul sepanjang musim ini.
Di Liga Champions, kekalahan dari Manchester City membuat posisi Madrid semakin rumit. Di LaLiga, jarak poin dengan pesaing teratas semakin melebar. Situasi ini menempatkan Alonso dalam posisi yang sangat sulit, terutama ketika tuntutan hasil cepat sangat tinggi di klub sebesar Real Madrid.
Kesimpulan: Apakah Alonso Akan Dipecat?
Walaupun rumor pemecatan semakin menguat, belum ada keputusan resmi dari pihak klub. Yang jelas, kekalahan dari Manchester City semakin menambah tekanan terhadap Alonso dan memperburuk posisi Real Madrid di kompetisi Eropa. Keputusan mengenai masa depannya kemungkinan besar akan ditentukan oleh hasil dalam beberapa pertandingan ke depan serta evaluasi menyeluruh oleh pihak manajemen.
Dukungan dari pemain dan beberapa tokoh klub menunjukkan bahwa Alonso masih memiliki waktu untuk membalikkan keadaan, namun ruang untuk kesalahan kini semakin sempit. Nasibnya di Real Madrid akan bergantung pada seberapa cepat ia mampu membawa tim keluar dari krisis performa yang sedang berlangsung.
Arsenal kembali menunjukkan tajinya di pentas UEFA Champions League 2025/26 setelah meraih kemenangan meyakinkan 3-0 atas Club Brugge di Jan Breydelstadion. Kemenangan ini memperpanjang rekor sempurna The Gunners di fase grup, dengan enam kemenangan beruntun dari enam laga yang dimainkan, sekaligus memastikan posisi mereka sebagai pemuncak grup dengan penuh dominasi.
Madueke Menjadi Sorotan Utama
Salah satu nama yang paling bersinar pada pertandingan ini adalah Noni Madueke. Winger muda tersebut tampil luar biasa dengan mencetak dua gol yang menjadi pembuka kemenangan Arsenal. Gol pertamanya tercipta pada babak pertama melalui pergerakan lincah yang mengecoh pertahanan Brugge. Sementara gol keduanya tercipta di awal babak kedua, kali ini lewat sundulan terarah yang memanfaatkan umpan akurat dari sisi kiri.
Performa Madueke tidak hanya menunjukkan kualitas individu, tetapi juga menegaskan bahwa ia semakin matang dan menjadi bagian penting dari skuat Arsenal musim ini. Kecepatan, kreativitas, dan determinasi yang ia tampilkan membuat lini pertahanan Brugge kewalahan sepanjang laga.
Martinelli Lengkapi Kemenangan
Gol ketiga Arsenal dicetak oleh Gabriel Martinelli, yang memanfaatkan celah kecil di pertahanan Brugge untuk melesakkan bola ke sudut gawang. Gol tersebut juga menjadi catatan penting karena Martinelli kini telah mencetak gol dalam lima laga beruntun Champions League, sebuah pencapaian historis bagi dirinya dan klub.
Lini serang Arsenal terlihat sangat cair dan agresif sepanjang pertandingan. Kombinasi Martinelli, Madueke, dan gelandang kreatif The Gunners membuat Brugge kesulitan menjaga ritme permainan.
The Gunners Tetap Solid Meski Diterpa Cedera
Apa yang membuat kemenangan ini lebih impresif adalah kenyataan bahwa Arsenal tidak tampil dengan kekuatan penuh. Beberapa pemain inti masih didera cedera, namun kedalaman skuad benar-benar memberikan dampak signifikan. Arsenal tetap tampil disiplin, solid di pertahanan, dan tajam dalam transisi.
Kembalinya Gabriel Jesus setelah hampir setahun absen memberikan suntikan moral positif bagi tim. Selain itu, debut pemain muda berusia 16 tahun, Marli Salmon, juga memberi warna baru dalam kemenangan penting ini.
Brugge Sulit Mengimbangi Intensitas Arsenal
Club Brugge sempat mencoba memberikan perlawanan di awal laga dengan beberapa peluang berbahaya. Namun, kurangnya efektivitas dan kokohnya barisan belakang Arsenal membuat mereka tidak mampu mencetak gol. Seiring waktu, tekanan Arsenal semakin meningkat dan Brugge mulai kehilangan bentuk permainan mereka.
Lini tengah Brugge beberapa kali kalah duel dan gagal mengimbangi intensitas tinggi yang ditampilkan oleh skuat asuhan Mikel Arteta.
Arsenal Sapu Bersih Grup dengan Sempurna
Dengan kemenangan 3-0 ini, Arsenal mengoleksi 18 poin sempurna dari enam pertandingan fase grup. Selain itu, catatan gol mereka menunjukkan efektivitas luar biasa—bukti bahwa The Gunners semakin matang di kompetisi Eropa.
Dominasi di fase grup ini memberi modal penting menjelang babak 16 besar, sekaligus meningkatkan keyakinan para pendukung bahwa Arsenal bisa melangkah jauh musim ini.
Kesimpulan
Arsenal tampil luar biasa di Belgia dengan kemenangan 3-0 atas Club Brugge. Noni Madueke menjadi bintang pertandingan lewat dua golnya, sementara Martinelli terus melanjutkan tren positif. Meski diganggu badai cedera, kedalaman skuad dan kualitas permainan Arsenal membuat mereka tampak terlalu tangguh untuk Brugge. Dengan menyapu bersih fase grup, The Gunners mengirim pesan kuat kepada para pesaing di Champions League musim ini.
Pertandingan antara Real Madrid dan Manchester City kembali menjadi sorotan besar di Liga Champions musim 2025/26. Kedua tim sudah menjalin rivalitas modern di Eropa, di mana setiap pertemuan selalu menghadirkan intensitas tinggi dan kualitas permainan yang berkelas. Pada 10 Desember 2025, jelang pertemuan terbaru mereka, berbagai data dan statistik menunjukkan betapa seimbang dan sulitnya memprediksi hasil duel ini.
Rekam Jejak Head-to-Head
Real Madrid dan Manchester City telah bertemu sebanyak 15 kali di Liga Champions. Dari seluruh pertemuan tersebut, masing-masing tim memenangkan 5 pertandingan, sementara 5 pertandingan lainnya berakhir imbang. Data ini menunjukkan bahwa kedua klub memiliki kekuatan yang relatif setara ketika saling berhadapan di Eropa.
Statistik gol juga memperlihatkan betapa terbukanya laga antara keduanya. Mayoritas pertandingan berakhir dengan lebih dari 1,5 gol, bahkan sebagian besar menghasilkan lebih dari 2,5 gol. Selain itu, dalam sebagian besar pertemuan, kedua tim saling mencetak gol. Ini mengindikasikan bahwa pertandingan mereka sangat jarang berjalan defensif atau tertutup.
Kondisi Terbaru Menjelang Pertandingan
Manchester City memasuki laga ini dengan modal positif setelah meraih kemenangan meyakinkan di kompetisi domestik. Performa itu meningkatkan kepercayaan diri tim menjelang duel besar di Eropa.
Sebaliknya, Real Madrid baru saja mengalami kekalahan mengejutkan di kandang sendiri. Kekalahan tersebut menjadi pukulan moral jelang pertandingan, namun juga bisa menjadi motivasi tambahan bagi skuad Madrid untuk bangkit di kandang sendiri.
Kedua tim sama-sama membutuhkan kemenangan untuk memastikan posisi yang lebih aman di fase berikutnya, menjadikan duel ini semakin menarik.
Prediksi Berdasarkan Statistika
Berdasarkan tren gol dalam pertemuan sebelumnya, pertandingan ini diperkirakan akan kembali menghadirkan skor tinggi. Peluang terjadinya lebih dari dua gol sangat besar, dan kemungkinan kedua tim mencetak gol pun cukup tinggi.
Melihat performa terkini, Madrid tetap memiliki keunggulan atmosfer kandang, tetapi City datang dengan momentum yang baik dan sangat efisien dalam menyerang. Hasil seri atau kemenangan tipis salah satu tim adalah skenario yang cukup realistis. Prediksi skor yang mungkin terjadi adalah 2-2 atau kemenangan tipis 3-2.
Faktor yang Bisa Menentukan Jalannya Laga
Beberapa faktor kunci yang dapat mempengaruhi hasil pertandingan antara lain:
Konsistensi pertahanan Kedua tim memiliki lini serang tajam, sehingga kesalahan kecil di area pertahanan dapat berdampak besar.
Kontrol lini tengah Perebutan dominasi bola akan menentukan alur serangan dan ritme permainan.
Efisiensi peluang Pertandingan yang diprediksi memiliki banyak peluang menuntut efektivitas tinggi dari para penyerang.
Mental bertanding Madrid harus memulihkan kepercayaan diri setelah kekalahan, sementara City perlu mempertahankan momentum.
Kesimpulan
Prediksi Real Madrid vs Manchester City menunjukkan bahwa laga ini akan berlangsung sengit, terbuka, dan penuh tekanan. Statistik menunjukkan bahwa mereka adalah dua tim dengan kekuatan berimbang, dan sejarah pertemuan membuktikan bahwa laga keduanya hampir selalu menghasilkan banyak gol.
Hasil akhir sulit dipastikan, tetapi tren menunjukkan pertandingan akan berlangsung dinamis dan menarik sejak awal hingga akhir. Jika kedua tim tampil dengan kekuatan penuh, duel ini berpotensi menjadi salah satu pertandingan terbaik di Liga Champions musim ini.
FC Bayern München menegaskan kembali mental juara mereka setelah membalikkan keadaan dari ketertinggalan menjadi kemenangan 3-1 atas Sporting CP dalam lanjutan UEFA Champions League. Dari rangkaian drama tersebut, satu nama yang paling menonjol adalah Lennart Karl, penyerang muda berusia 17 tahun yang dinobatkan sebagai Man of the Match berkat kontribusi krusialnya dalam mengubah jalannya pertandingan.
Kebangkitan Bayern Setelah Tertinggal
Pertandingan sempat berjalan tidak sesuai rencana bagi Bayern ketika mereka kebobolan lewat gol bunuh diri pada pertengahan babak kedua. Ketertinggalan itu memberi tekanan besar pada tim, namun justru menjadi titik awal kebangkitan mereka.
Bayern langsung merespons dengan tempo tinggi dan agresivitas yang meningkat. Serangan demi serangan akhirnya membuahkan hasil melalui tendangan voli Serge Gnabry yang menyamakan kedudukan. Gol tersebut menghidupkan suasana pertandingan, membuat Bayern semakin percaya diri untuk mengejar kemenangan.
Hanya beberapa menit berselang, kemenangan mulai terlihat nyata ketika Lennart Karl mencetak gol kedua Bayern. Berawal dari pergerakan cerdas di area kotak penalti, Karl menerima bola dengan kontrol matang sebelum melepaskan tembakan presisi yang tak mampu dihentikan kiper lawan. Gol ini menjadi titik balik utama pertandingan dan mengangkat moral seluruh tim.
Jonathan Tah kemudian menambah satu gol lagi untuk memastikan kemenangan Bayern, menutup laga dengan skor 3-1 dan memastikan tiga poin penting di fase grup.
Penampilan Lennart Karl: Ketenangan dan Ketajaman di Usia Muda
Lennart Karl tampil sangat dewasa di lapangan, jauh melebihi usianya yang masih 17 tahun. Gol yang ia cetak bukan hanya menentukan, tetapi juga mencerminkan kualitas teknis serta pemahaman taktis yang jarang dimiliki pemain muda seusianya.
Karl menunjukkan kemampuan membaca ruang dengan sangat baik, sering muncul di titik berbahaya ketika Bayern melancarkan serangan. Ia juga berperan dalam variasi build-up dan kerap menjadi opsi progresi bola yang efektif. Selain kontribusi ofensif, Karl turut membantu dalam fase defensif dengan melakukan pressing dan recoveries penting.
Penampilannya kali ini juga memperpanjang catatan impresifnya di kompetisi Eropa. Dalam performa yang terus konsisten, ia mencetak gol di tiga pertandingan Champions League secara beruntun, menjadikannya salah satu pemain termuda yang mencapai capaian tersebut.
Setelah pertandingan, Karl menyampaikan bahwa bermain di Champions League pada usia semuda ini merupakan pencapaian besar baginya, dan ia menegaskan bahwa kebangkitan Bayern adalah hasil kerja keras seluruh tim.
Dampak untuk Bayern dan Masa Depan Karl
Kemenangan ini bukan hanya mengamankan posisi Bayern di fase grup, tetapi juga memperlihatkan bahwa mereka memiliki talenta muda yang siap menjadi bagian penting dari masa depan klub. Karl kini berada pada jalur perkembangan yang sangat menjanjikan. Kepercayaan pelatih, jam terbang kompetitif, serta mentalitas yang matang membuatnya berpotensi menjadi salah satu pilar ofensif Bayern dalam beberapa tahun mendatang.
Bagi Bayern, kemampuan untuk bangkit dari situasi sulit adalah kualitas penting menjelang fase gugur Champions League. Pertandingan ini menjadi bukti bahwa mereka tidak hanya memiliki pemain berpengalaman, tetapi juga generasi baru yang mampu tampil menentukan pada momen-momen krusial.
Jika Karl terus menunjukkan konsistensi seperti ini, ia bukan hanya akan menjadi andalan Bayern, tetapi juga salah satu pemain muda paling diperhitungkan di Eropa.
Liga Champions Eropa tidak hanya dikenal sebagai panggung bagi pencetak gol terbanyak, tetapi juga tempat lahirnya para kreator serangan terbaik yang mampu mengubah jalannya pertandingan lewat assist. Dalam kompetisi sebesar dan seprestisius ini, kemampuan mengalirkan bola, membaca ruang, serta memberikan umpan kunci sama berharganya dengan mencetak gol itu sendiri.
Dari generasi ke generasi, banyak nama besar yang menghiasi daftar penyumbang assist terbanyak. Menariknya, bukan hanya para gelandang kreatif yang mendominasi, tetapi juga pemain sayap dan bahkan penyerang yang memiliki visi luar biasa. Dan di puncak daftar tersebut, Cristiano Ronaldo masih kokoh sebagai Raja Assist Liga Champions.
Lantas, Messi berada di urutan berapa? Dan siapa saja nama-nama besar lainnya? Inilah daftar 10 Raja Assist Sepanjang Masa di Liga Champions.
10. Andres Iniesta – 29 Assist
Legenda Barcelona ini bukanlah tipe pemain yang mengejar statistik. Namun kualitas permainannya membuat rekan-rekannya kerap diuntungkan oleh umpan-umpan visioner. Iniesta dikenal dengan kontrol bola sempurna, kreativitas tingkat tinggi, dan kemampuan menembus pertahanan melalui celah kecil yang bahkan tak terlihat oleh pemain lain.
Meskipun tidak setajam gelandang serang yang fokus pada umpan akhir, kontribusinya dalam membangun serangan Barcelona—terutama era tiki-taka—menjadikannya salah satu kreator terbaik sepanjang masa.
9. Karim Benzema – 29 Assist
Sebagai striker, Benzema bukan hanya finisher, tetapi juga fasilitator permainan. Bersama Cristiano Ronaldo di Real Madrid, ia sering menjadi pemain yang membuka ruang, menyuplai bola, dan mengalirkan serangan.
Dengan 29 assist, Benzema menunjukkan bahwa dirinya bukan sekadar pencetak gol, tetapi juga penyerang yang memiliki pemahaman permainan luar biasa dan mampu membantu rekan setimnya mencetak gol.
8. Thomas Müller – 30 Assist
Thomas Müller bukan playmaker tradisional, tetapi perannya sebagai raumdeuter—pembaca ruang—membuatnya menjadi ancaman konstan di area lawan. Mobilitasnya, kecerdasan dalam memanfaatkan celah, serta naluri mencari posisi ideal menghasilkan banyak peluang berbahaya bagi Bayern Munich.
Ia mungkin tidak melakukan dribel spektakuler, namun visinya dalam menemukan rekan setim menjadikan Müller salah satu pemain paling efektif dalam sejarah UCL.
7. Xavi Hernandez – 30 Assist
Xavi adalah otak dari permainan Barcelona dan timnas Spanyol. Presisi umpannya seringkali menjadi awal dari gol-gol cantik Blaugrana. Sebagai pengatur ritme permainan, Xavi tak hanya memecah tekanan, tetapi juga menciptakan peluang dengan umpan terukur yang sulit dihentikan.
30 assist miliknya adalah bukti nyata bagaimana peran gelandang metronom tetap sangat relevan dalam permainan modern.
6. Ryan Giggs – 31 Assist
Legenda Manchester United ini menjadi salah satu pemain paling konsisten di Liga Champions. Berkarier selama lebih dari dua dekade, Giggs mengumpulkan 31 assist dengan gaya bermain eksplosif di awal karier dan kreativitas matang di masa-masa akhir.
Kecepatan, teknik tinggi, dan umpan silang akurat membuatnya menjadi salah satu winger terbaik dalam sejarah kompetisi ini.
5. Kevin De Bruyne – 31 Assist
Walau belum lama tampil di Liga Champions dibandingkan beberapa nama lain di daftar ini, De Bruyne sudah menyamakan perolehan assist Ryan Giggs. Gelandang Manchester City tersebut dikenal sebagai assist machine berkat presisi umpan, kemampuan membaca serangan, dan crossing yang hampir selalu tepat sasaran.
Dengan City yang terus bersaing di papan atas Eropa, jumlah assist De Bruyne berpotensi terus bertambah dalam beberapa musim ke depan.
4. Neymar – 33 Assist
Neymar bukan hanya penyerang bertalenta, tetapi juga kreator serangan yang sering menjadi otak peluang-peluang krusial. Kariernya bersama Barcelona dan PSG memperlihatkan bahwa ia memiliki keseimbangan ideal antara mencetak gol dan memberi assist.
33 assist yang ia kumpulkan menegaskan perannya sebagai salah satu penyerang paling berpengaruh pada dekade terakhir di Eropa.
3. Lionel Messi – 40 Assist
Pertanyaan paling populer tentu: Messi berada di posisi berapa? Jawabannya—Messi ada di urutan ketiga dengan 40 assist.
Walaupun dikenal sebagai mesin gol, Messi sama berbahagianya ketika memberikan umpan mematikan kepada rekan setimnya. Keahliannya dalam menusuk pertahanan, menggiring bola, hingga menemukan celah terkecil membuatnya menjadi pencipta peluang yang tak tertandingi.
Kombinasi dribel, visi, dan penyelesaian akhir menjadikan Messi salah satu pemain paling komplet dalam sejarah sepak bola—baik dalam mencetak gol maupun menciptakannya.
2. Angel Di Maria – 41 Assist
Di Maria menempati posisi kedua sebagai salah satu raja assist terbesar sepanjang masa. Kehebatan pemain Argentina ini terletak pada akurasi crossing, kemampuan bola mati, dan vision permainan yang luar biasa.
Mulai dari Real Madrid, PSG, hingga Juventus, Di Maria selalu menjadi penentu kemenangan tim berkat kreativitasnya dari sisi sayap. 41 assist merupakan cerminan betapa konsistennya ia sebagai kreator di kompetisi tertinggi Eropa.
1. Cristiano Ronaldo – 42 Assist
Banyak yang mengenal Cristiano Ronaldo sebagai pencetak gol terbanyak Liga Champions, tetapi sedikit yang menyadari bahwa ia juga memegang rekor assist terbanyak dengan 42 assist.
Ronaldo bukan hanya finisher, tetapi juga pemain yang sering menarik perhatian lawan, menciptakan ruang, dan memberikan umpan-umpan matang di momen penting. Dominasi Ronaldo tidak hanya terlihat dari statistik golnya, tetapi juga dari kontribusinya dalam membangun permainan dan membantu rekan setim mencetak gol.
Kepemimpinannya, ketepatan umpan, serta insting menyerang menjadikannya sosok yang tak tergantikan dalam sejarah kompetisi tersebut.
Sepak bola Eropa telah melahirkan banyak legenda besar yang kisahnya akan terus diingat sepanjang masa. Dari kehebatan teknik, kepemimpinan di lapangan, hingga prestasi menakjubkan di berbagai kompetisi, nama-nama seperti Gianluigi Buffon, Eric Cantona, Roberto Baggio, Zlatan Ibrahimović, dan Ronaldo Luís Nazário da Lima telah mengukir sejarah yang sulit ditandingi. Namun, di balik gemerlap karier mereka, ada satu kesamaan pahit yang menyatukan para legenda ini: mereka tak pernah mencicipi manisnya trofi Liga Champions UEFA.
Liga Champions dianggap sebagai puncak kejayaan klub Eropa—sebuah ajang yang menguji kemampuan terbaik dari para pemain dan tim di dunia. Menjadi juara di kompetisi ini adalah mimpi setiap pesepak bola profesional. Namun, bahkan legenda dengan bakat luar biasa sekalipun tak selalu diberi kesempatan mengangkat trofi tersebut. Mari kita menyelami kisah kelima legenda yang luar biasa ini, yang meski gagal menjuarai Liga Champions, tetap abadi dalam ingatan para penggemar sepak bola dunia.
1. Gianluigi Buffon – Sang Penjaga Gawang Abadi Tanpa Mahkota Eropa
Gianluigi Buffon sering dianggap sebagai salah satu kiper terbaik sepanjang masa. Dengan karier profesional yang membentang lebih dari dua dekade, Buffon menjadi simbol kesetiaan, konsistensi, dan kepemimpinan di bawah mistar gawang. Namun, meski meraih hampir semua gelar bergengsi, termasuk Piala Dunia 2006 bersama Italia, Buffon tak pernah sekalipun menjuarai Liga Champions.
Bersama Juventus, Buffon mencapai final Liga Champions sebanyak tiga kali — pada 2003, 2015, dan 2017. Sayangnya, setiap upaya itu selalu berakhir dengan kekecewaan. Pada 2003, Juventus kalah adu penalti melawan AC Milan. Tahun 2015, Buffon harus tunduk dari Barcelona yang dipimpin trio Messi-Suárez-Neymar. Dan pada 2017, impian itu kembali sirna ketika Real Madrid menghancurkan harapan Juve di final dengan skor telak 4-1.
Meski gagal, Buffon tetap dikenang sebagai legenda sejati yang menunjukkan arti sportivitas dan ketekunan. Ia membuktikan bahwa seorang juara sejati tak selalu diukur dari jumlah trofi yang dimiliki, tetapi dari dedikasi dan cinta terhadap permainan.
2. Eric Cantona – Raja Old Trafford yang Tak Pernah Berjaya di Eropa
Nama Eric Cantona identik dengan Manchester United di era 1990-an. Gaya bermainnya yang flamboyan, karismanya yang tak tertandingi, dan kepribadiannya yang eksentrik membuatnya menjadi ikon sejati Premier League. Bersama United, Cantona memenangi berbagai trofi domestik — termasuk empat gelar Premier League dan dua Piala FA. Namun, ironi besar dalam kariernya adalah tak pernah sekalipun menjuarai Liga Champions UEFA.
Ketika Manchester United mulai mendominasi Inggris di bawah asuhan Sir Alex Ferguson, klub tersebut masih beradaptasi dengan format baru Liga Champions. Kendala aturan kuota pemain asing serta masa transisi membuat Cantona dan United sulit bersaing melawan tim-tim elit Eropa seperti AC Milan, Juventus, atau Barcelona.
Cantona pensiun pada tahun 1997, satu tahun sebelum Manchester United menjuarai Liga Champions 1999 dalam kemenangan dramatis atas Bayern Munich. Seandainya ia bertahan sedikit lebih lama, mungkin sejarah akan berbeda. Namun bagi penggemar Setan Merah, Cantona tetap “The King” yang memimpin kebangkitan klub menuju era kejayaan modern.
3. Roberto Baggio – Keindahan, Kesedihan, dan Ketidakberuntungan di Eropa
Tidak ada pemain Italia yang memadukan keindahan dan kesedihan seperti Roberto Baggio. Dijuluki Il Divin Codino (“Si Ekor Kuda Ilahi”), Baggio dikenal karena tekniknya yang luar biasa, visi bermain tajam, dan kemampuannya menciptakan momen magis. Namun, kariernya juga dihiasi oleh luka, terutama kegagalan di final Piala Dunia 1994 dan absennya gelar Liga Champions.
Baggio bermain untuk beberapa klub besar seperti Juventus, AC Milan, dan Inter Milan, semuanya tim yang memiliki sejarah panjang di kompetisi Eropa. Ironisnya, justru saat ia meninggalkan Juventus pada 1995, klub tersebut berhasil menjuarai Liga Champions setahun kemudian. Bersama Milan dan Inter, ia tak pernah benar-benar menjadi bagian dari tim yang mencapai final Eropa.
Meski begitu, Baggio tetap dihormati sebagai seniman sepak bola — pemain yang bermain bukan sekadar untuk menang, tetapi untuk menampilkan keindahan. Trofi mungkin tak berpihak padanya, namun cintanya pada permainan membuatnya menjadi inspirasi bagi generasi penerus seperti Del Piero dan Totti.
4. Zlatan Ibrahimović – Raja Tanpa Mahkota Liga Champions
Jika ada pemain yang pantas dijuluki “Raja Tanpa Mahkota”, maka nama Zlatan Ibrahimović layak berada di puncak daftar. Dengan lebih dari 30 trofi dari berbagai negara — termasuk di Belanda, Italia, Spanyol, dan Prancis — Zlatan telah menaklukkan hampir semua liga besar di Eropa. Namun, satu hal yang selalu luput dari genggamannya adalah gelar Liga Champions.
Selama kariernya, Zlatan pernah membela sejumlah klub elit seperti Ajax, Juventus, Inter Milan, Barcelona, AC Milan, PSG, dan Manchester United. Ironisnya, ketika ia meninggalkan Inter Milan pada 2009 untuk bergabung dengan Barcelona, Inter justru memenangkan Liga Champions pada tahun berikutnya (2010). Begitu pula ketika ia meninggalkan Barcelona, klub itu meraih gelar pada 2011.
Meski tak pernah juara di Eropa, Zlatan tetap menjadi legenda karena karakternya yang kuat, keberaniannya berbicara jujur, dan kemampuan mencetak gol spektakuler. Ia membuktikan bahwa kehebatan seorang pemain tak selalu diukur dari piala, tapi juga dari dampak dan aura yang ia tinggalkan di setiap klub.
5. Ronaldo Luís Nazário – Fenomena Dunia yang Tak Pernah Juara Liga Champions
Dikenal sebagai “O Fenômeno”, Ronaldo Luís Nazário da Lima adalah salah satu striker paling mematikan yang pernah ada. Dengan dua penghargaan Ballon d’Or (1997 dan 2002), dua gelar Piala Dunia bersama Brasil (1994, 2002), dan berbagai trofi domestik di Spanyol serta Italia, Ronaldo memiliki karier yang nyaris sempurna — kecuali di satu sisi: Liga Champions.
Ronaldo bermain untuk klub-klub besar seperti Barcelona, Inter Milan, Real Madrid, dan AC Milan. Namun, tak satu pun dari masa-masa itu berujung pada gelar Liga Champions. Ironisnya, Real Madrid — klub tempat Ronaldo bersinar — memenangkan Liga Champions 2002, setahun sebelum ia bergabung. Meski mencetak banyak gol luar biasa untuk Los Blancos, Ronaldo tak pernah berkesempatan bermain di final Eropa karena cedera dan batas pendaftaran UEFA pada saat itu.
Meski begitu, warisan Ronaldo tetap tak tergantikan. Ia bukan hanya simbol kecepatan dan teknik, tapi juga semangat pantang menyerah setelah pulih dari dua cedera lutut parah. Dunia sepak bola mengingatnya bukan karena kegagalan di Eropa, tapi karena ia mengubah cara dunia melihat seorang striker modern.
Penutup: Juara Sejati Tak Selalu Mengangkat Trofi
Kelima legenda ini membuktikan bahwa kejayaan sejati tak selalu tercermin dalam lemari trofi. Mereka adalah pemain-pemain yang menginspirasi, yang memberi makna pada sepak bola melebihi hasil akhir. Buffon dengan keteguhannya, Cantona dengan karismanya, Baggio dengan keindahannya, Ibrahimović dengan keperkasaannya, dan Ronaldo dengan keajaibannya — semuanya telah menorehkan cerita yang tak terlupakan.
Liga Champions memang menjadi simbol supremasi Eropa, namun bagi jutaan penggemar, para legenda ini sudah lama menjadi juara di hati. Dalam sepak bola, tidak semua kemenangan harus diukur dengan piala; terkadang, warisan dan cinta dari para penggemar jauh lebih berharga daripada gelar apa pun.